Kontroversi RKUHP: Benturan Kepentingan Publik dan Kekuasaan dalam Perspektif Pancasila

Salsabila Alaika, 10122078.

Asep Imroni, S.H,. M.H.

Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas Evaluasi Tengah Semester mata kuliah Pancasila.


PENDAHULUAN

Ringkasan Kasus 

Dalam dua tahun terakhir, pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan KUHAP kembali memicu perdebatan. Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati untuk membawa RUU tersebut ke rapat paripurna pada 18 November 2025. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menilai beberapa pasal dalam RUU KUHAP terlalu luas dan berpotensi membuka ruang tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Kasus yang banyak disorot adalah pengalaman Randy, seorang warga yang menjadi korban kekerasan saat demonstrasi di Palmerah pada 29 Agustus 2025. Ia ditangkap setelah terkena efek gas air mata, lalu mengalami pemukulan, tendangan, dan penahanan lebih dari 48 jam tanpa pendamping hukum dan tanpa diberi tahu kepada keluarganya. Menurut Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), pola pelanggaran ini bukan kejadian tunggal, melainkan bagian dari pola berulang, seperti penangkapan sewenang-wenang, penyitaan barang tanpa izin pengadilan, dan proses hukum yang tidak transparan. Di saat kondisi penegakan hukum yang masih bermasalah, RUU KUHAP justru dinilai dapat semakin memperluas kewenangan aparat melalui pasal-pasal seperti perluasan penggunaan undercover buy dan controlled delivery (Pasal 16), serta diperbolehkannya tindakan penangkapan dan penahanan pada tahap penyelidikan (Pasal 5). Kondisi inilah yang menimbulkan kekhawatiran bahwa kepentingan publik kurang menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan kebijakan. 

Analisis Prinsip Kerakyatan dalam Musyawarah/Perwakilan (Sila ke-4) 

 Jika dilihat dari proses pembahasannya, penyusunan RUU KUHAP menunjukkan bahwa prinsip permusyawaratan belum berjalan secara ideal. Banyak kelompok masyarakat mulai dari akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi sipil, telah memberikan masukan dan kritik, namun sebagian besar dari masukan tersebut tidak benar-benar diakomodasi. Pembahasan juga berlangsung relatif cepat, bahkan ketika gelombang penolakan sedang terjadi. Hal ini menimbulkan kesan bahwa proses pengambilan keputusan lebih didominasi oleh kepentingan lembaga negara dan aparat penegak hukum daripada aspirasi masyarakat luas. Padahal, prinsip musyawarah yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan menekankan bahwa keputusan seharusnya mempertimbangkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keputusan terkait RUU KUHAP belum sepenuhnya mencerminkan pelaksanaan sila keempat. Prosesnya tidak cukup transparan dan partisipatif, serta kurang mengutamakan keseimbangan antara kewenangan negara dengan hak-hak warga. 

Analisis Prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila ke-5) 

Kasus Randy memperlihatkan adanya potensi ketidakadilan hukum yang serius. Ia mengalami kekerasan fisik, penyiksaan, dan penahanan tanpa pemberitahuan kepada keluarga. Praktik seperti ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga bertentangan dengan perlindungan hak asasi manusia. Jika RUU KUHAP disahkan tanpa revisi, pasal-pasal yang memberikan kewenangan luas kepada aparat dapat semakin memperparah ketimpangan hukum. Masyarakat kecil dan kelompok rentan berpotensi menjadi pihak yang paling dirugikan, karena mereka lebih sulit mendapatkan akses terhadap pendampingan hukum serta lebih lemah secara posisi sosial maupun ekonomi. Selain itu, potensi jebakan (entrapment) dan praktik penangkapan pada tahap penyelidikan membuka ruang kriminalisasi. Ketidakadilan seperti ini bertentangan dengan nilai “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” karena hukum tidak lagi berfungsi sebagai pelindung, melainkan dapat menjadi alat penekan. 

Rekomendasi Solusi Berbasis Nilai Pancasila 

Agar kasus serupa tidak terulang, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan berdasarkan nilai-nilai Pancasila: 

1. Melakukan Revisi Pasal-Pasal Bermasalah dalam RUU KUHAP Khususnya pasal yang berpotensi disalahgunakan, seperti penahanan pada tahap penyelidikan dan perluasan tindakan penyamaran. Revisi harus melalui dialog terbuka yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat. 

2. Memperkuat Pengawasan Terhadap Aparat Penegak Hukum Pengawasan dapat berbentuk kewajiban body camera, izin hakim sebelum melakukan tindakan tertentu, dan pemberian sanksi tegas bagi aparat yang melakukan kekerasan. Ini penting untuk menjamin prinsip kemanusiaan dan keadilan. 

3. Menjamin Transparansi dan Akses Pendamping Hukum Hak warga negara untuk didampingi pengacara serta hak keluarga untuk mendapatkan informasi harus menjadi standar yang tidak bisa dinegosiasikan. 

4. Meningkatkan Pendidikan Etika dan HAM bagi Aparat Pembinaan internal aparat harus menekankan nilai kemanusiaan dan keadilan, agar kewenangan yang besar tidak disalahgunakan. 

5. Membangun Mekanisme Pengawasan Publik Masyarakat harus memiliki kanal formal untuk melaporkan penyimpangan tanpa takut dipidana. Mekanisme ini perlu dijamin keamanannya oleh negara. Kesimpulan Kasus RUU KUHAP dan pengalaman Randy menunjukkan adanya ketegangan nyata antara kepentingan publik dan kepentingan kelompok tertentu. Proses legislasi yang kurang partisipatif dan potensi penyalahgunaan kewenangan aparat menunjukkan bahwa nilai Pancasila, khususnya sila ke-4 dan sila ke-5, belum sepenuhnya tercermin dalam praktik. Melalui revisi, transparansi, dan pengawasan ketat, RUU KUHAP seharusnya diarahkan untuk melindungi masyarakat dan menciptakan keadilan hukum yang dapat dirasakan semua warga negara.

Analisis Prinsip Kerakyatan: Apakah Keputusan Telah Mengutamakan Hikmat dan Musyawarah?

Jika dilihat dari proses pembentukannya, banyak kritik menyebut bahwa pembahasan RKUHP dilakukan secara terburu-buru dan kurang melibatkan aspirasi masyarakat secara menyeluruh. Beberapa forum konsultasi publik memang diadakan, tetapi banyak masukan dari akademisi, jurnalis, mahasiswa, dan organisasi HAM yang tidak diakomodasi secara optimal.

Hal ini menunjukkan bahwa prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan belum sepenuhnya tercermin. Musyawarah idealnya dilakukan secara transparan, mendalam, dan mengutamakan kepentingan bersama. Namun dalam kasus ini, keputusan lebih tampak sebagai bentuk kompromi politik internal antar-elite daripada hasil permusyawaratan yang benar-benar mengakar dari suara rakyat.

Dengan kata lain, proses pengambilan keputusan cenderung lebih condong pada kepentingan kelompok tertentu.

Analisis Prinsip Keadilan Sosial: Siapa yang Paling Dirugikan?

Ketika suatu aturan hukum dinilai tidak adil, dampaknya tidak dirasakan secara merata. Dalam konteks RKUHP, kelompok yang paling rentan adalah:

  • masyarakat kecil yang tidak memiliki akses bantuan hukum,

  • jurnalis yang bekerja mengawasi kekuasaan,

  • aktivis yang vokal,

  • mahasiswa yang sering terlibat aksi demonstrasi.

Jika kritik publik dipandang sebagai tindakan kriminal, maka ruang demokrasi dapat semakin menyempit. Ini berpotensi menciptakan ketidakadilan hukum dan ketidakadilan sosial, karena hukum seharusnya melindungi semua warga negara secara setara, bukan hanya mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.

Dengan demikian, prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia belum sepenuhnya terwujud melalui kebijakan ini.

Solusi Berbasis Nilai Pancasila untuk Mencegah Kasus Serupa

Agar kasus serupa tidak terulang, ada beberapa langkah berbasis nilai Pancasila yang dapat dilakukan:

1. Memperkuat Transparansi dan Partisipasi Publik

Pemerintah harus membuka ruang dialog yang lebih luas dan substantif sebelum menyusun hukum baru. Aspirasi masyarakat perlu menjadi dasar utama kebijakan, bukan sekadar formalitas.

2. Menyeimbangkan Kepentingan Kekuasaan dan Kebebasan Rakyat

Pancasila mengajarkan keseimbangan, bukan dominasi. Aturan yang dibuat harus melindungi pemerintah sekaligus memastikan kebebasan warga tetap aman.

3. Melakukan Revisi Ulang Pasal-Pasal Kontroversial

Revisi berbasis masukan masyarakat perlu diprioritaskan, terutama pasal yang berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap kritik publik.

4. Memperkuat Edukasi Hukum bagi Masyarakat

Masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai isi dan dampak KUHP agar mampu mengawasi implementasinya.

5. Mengutamakan Keadilan Restoratif daripada Represif

Nilai kemanusiaan dalam Pancasila mendorong penyelesaian yang mendidik, bukan menakut-nakuti rakyat.

Penutup

Kontroversi RKUHP menunjukkan bahwa pembuatan hukum tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai yang menjadi dasar negara. Melalui perspektif Pancasila, kita dapat melihat bahwa proses penyusunan dan isi RKUHP masih menyisakan PR besar dalam mewujudkan prinsip kerakyatan dan keadilan sosial.

Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa suara publik tetap penting dalam menjaga agar hukum yang berlaku benar-benar melindungi kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sebagian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Statistika Bisnis - Definisi & Ruang Lingkup Statistika - Digitech University

Cara Membuat Distribusi Frekuensi - Digitech University